Sudah Legalkah Kampus dan Ijazah Anda?

Posted by RASTONO on Wednesday, February 8, 2012

Dari sekitar 11.304 Program Studi yang diselenggarakan oleh lebih dari 3.000 Perguruan Tinggi Swasta, ternyata ribuan diantaranya dinyatakan sudah habis ijin operasionalnya (data per-Maret 2010 menunjukkan ada 3.285 Prodi). Ratusan kadaluarsa bulan ini, dan lebih dari 2.500 Program Studi kadaluarsa tahun ini. Sadarkah Anda kalau Anda mungkin kuliah di kampus yang ilegal? Atau ijasah yang Anda dapatkan tidak sah dan tidak dapat diakui? Analisis data yang saya lakukan terhadap data-data Perguruan Tinggi Swasta selama satu bulan terakhir memberikan hasil yang mengejutkan dan sekaligus mengkhawatirkan.
Sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bagi masyarakat, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tentu saja harus memiliki ijin operasional. Ijin ini dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasonal. Ijin operasional ini diberikan kepada SETIAP program studi yang dimiliki oleh PTS dan harus diperbaharui secara berkala. Artinya, PTS yang menyelenggarakan perkuliahan tanpa ijin dari Dikti (atau ijin operasinya sudah habis masa berlakunya) adalah ilegal, melanggar hukum. Tentu saja kita semua tidak akan mau kuliah di kampus seperti ini.
Demi menjaga mutu perkuliahan, sekaligus mutu lulusannya, setiap program studi harus menjalani penilaian melalui proses akreditasi. Untuk perguruan tinggi, hal ini dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Hasilnya adalah peringkat akreditasi yang dinyatakan dengan huruf A, B, C, atau D (tidak terakreditasi). Peringkat ini punya masa berlaku (saat ini 5 tahun) dan bisa kadaluarsa. Akreditasi ini sendiri didasarkan pada berbagai macam aspek penilaian, seperti misalnya jumlah dosen, fasilitas kampus, standard pelayanan kampus, dll.
Dulu, akreditasi ini sifatnya hanyalah sekedar pilihan bagi perguruan tinggi. Artinya, selama memiliki ijin operasional yang sah dan masih berlaku, tidak ada masalah. Tetapi Peraturan Pemerintah (PP) no. 19 tahun 2005 mengubah hal itu. PP tersebut mengatur bahwa mulai tahun 2012, PROGRAM STUDI YANG TIDAK MEMILIKI AKREDITASI TIDAK BOLEH MENERBITKAN IJAZAH. Tidak terakreditasi berarti program studi belum pernah menjalani proses akreditasi, atau sudah menjalani prosesnya tetapi dinyatakan tidak memenuhi syarat minimum.
Parahnya lagi, ada beberapa perguruan tinggi swasta terkemuka di Jakarta (karena alasan kode etik tidak dapat saya sebutkan) yang menyelenggarakan program studi tertentu tetapi belum memperoleh status akreditasi. Hal ini tentu menjadi sebuah kerugian besar bagi para mahasiswanya yang apabila sampai saat kelulusannya, program studi di kampusnya belum mendapat akreditasi. Hal ini otomatis membuat ijazah para mahasiswa tersebut tidak dapat diakui keabsahannya secara hukum. Atau dengan kata lain, perguruan tinggi mengeluarkan Ijazah Bodong. Akan tetapi lucunya, terjadi perbedaan persepsi antara Kemendiknas dan Ditjen Dikti dalam hal ijin penyelenggaraan program studi. Pihak Dikti menyatakan bahwa PTS boleh menyelenggarakan prodi dan mengeluarkan ijazah kepada mahasiswa selama telah mengantongi ijin dari Kemendiknas, sementara dari pihak Kemendiknas yang saya konfirmasi melalui email menyatakan bahwa; PTS yang hanya mengantongi ijin Kemendiknas hanya bisa menyelenggarakan prodi akan tetapi tidak diperkenankan mengeluarkan ijazah bagi mahasiswa. Ini sungguh menggelikan sekaligus ironi.
Perbedaan persepsi ini lagi-lagi adalah buntut dari adanya ketumpang-tindihan peraturan yang ada di antara lembaga-lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan tinggi, hal ini juga merupakan bukti dari masih berbelit-belitnya birokrasi yang dicerminkan dari banyaknya kecarut-marutan pelaksanaan proses akreditasi yang (masih) belum transparan. Ada baiknya pemerintah, atau dalam hal ini pihak Kemendiknas, Dikti, dan Badan Akreditasi Nasional, saling mensinergikan upaya mereka dalam hal meningkatkan kualitas pelayanan khususnya dalam memperbaiki sistem dan transparansi proses akreditasi bagi para perguruan tinggi di seluruh penjuru negeri, serta menindak tegas perguruan tinggi swasta nakal, yang hanya mengejar profit dari penjaringan mahasiswa tanpa mengedepankan aspek legalitas ijin dan mutu pelayanan. Kebobrokan yang diawali dari ketumpang-tindihan sistem semacam inilah yang kelak harus segera dibahas secara komprehensif dan mendalam supaya bisa dicarikan solusi secepatnya, sebab bukan tidak mungkin ada jutaan sarjana di luar sana yang mengantongi ijazah bodong alias tidak sah di mata hukum.

{ 0 comments... read them below or add one }

Post a Comment